Jumat, 08 November 2013

Kisah Ash-habul Kahfi


Ingatlah tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung kedalam gua lalu mereka berdoa, "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)(QS al-Kahfi:10). Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut: Dikala Umar bin Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah, "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi. "Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar. "Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) disaat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan dikala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda disaat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak diwaktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai disaat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?" Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berpikir sejenak, kemudian berkata, "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!'' Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata, "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!" Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!" Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!" Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?" Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar bin Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasulullah SAW. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkat,: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!" Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata, "Silahkan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasulullah SAW sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!" Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!" "Ya baik!" jawab mereka. "Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib. Mereka mulai bertanya, "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?" "Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik laki-laki ataupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai kehadirat Allah!" Para pendeta Yahudi bertanya lagi, "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?" Ali bin Abi Thalib menjawab, "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!" Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata, "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut, "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!" "Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi Thalib. "Nabi Yunus AS dibawa keliling ketujuh samudera!" Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi, "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!" Ali bin Abi Thalib menjawab, "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman AS putera Nabi Dawud AS, Semut itu berkata kepada kaumnya, 'Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!" Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya, "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan diatas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun diantara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!" Ali bin Abi Thalib menjawab, "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)." Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan, "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!" Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda." "Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali. "Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi. Ali bin Ali Thalib menjawab, "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu." Pendeta Yahudi itu menyahut, "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!" Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut kedepan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata, "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasulullah SAW kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, disebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana." Baru sampai disitu, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya, "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!" Ali bin Abi Thalib menerangkan, "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmer. Panjangnya satu farsakh (+/- 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Disebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Disebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala." Sampai disitu pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata, "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?" "Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "Mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri." Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi, lalu berkata, "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!" Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab, "Kekasihku Muhammad Rasulullah SAW menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri disebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan. Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung didalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya. Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung didalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja. Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah SWT. Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah SWT. Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu kedalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --seorang cerdas yang bernama Tamlikha-- memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh pikiran. Ia berpikir, lalu berkata di dalam hati, "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan. Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya, 'Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?' 'Teman-teman,' sahut Tamlikha, 'hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.' Teman-temannya mengejar, 'Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?' 'Sudah lama aku memikirkan soal langit,' ujar Tamlikha menjelaskan. 'Aku lalu bertanya pada diriku sendiri,'siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian kupikirkan juga bumi ini, 'Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri, 'Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius'…" Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata, 'Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!' 'Saudara-saudara,' jawab Tamlikha, 'baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja Pencipta Langit dan Bumi!' 'Kami setuju dengan pendapatmu,' sahut teman-temannya. Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya. Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya, 'Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar. Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu. Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya,'Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?' 'Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,' sahut penggembala itu. 'Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!' 'Ah…, susahnya orang ini,' jawab mereka. 'Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?' 'Ya,' jawab penggembala itu. Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata, 'Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.' Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya." Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata, "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?" "Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Thalib, "Anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya, kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu. Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali, 'Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah SWT.' Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua." Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata, "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?" Imam Ali menjelaskan, "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau disebut juga dengan nama Kheram!" Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya, "Secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga duduk sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah SWT memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah SWT mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri. Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur. Kepada para pengikutnya ia berkata, 'Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!' Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya, "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu., Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun. Setelah masa yang amat panjang itu lewat, Allah SWT mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya, 'Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!' Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah SWT membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya, 'Siapakah diantara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.' Tamlikha kemudian berkata, 'Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!' Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan, 'Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.' Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri, 'Kusangka aku ini masih tidur!' Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja rot, 'Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?' 'Aphesus,' sahut penjual roti itu. 'Siapakah nama raja kalian?' tanya Tamlikha lagi. 'Abdurrahman,' jawab penjual roti. 'Kalau yang kau katakan itu benar,' kata Tamlikha, 'urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!' Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat." Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!" Imam Ali menerangkan, "Uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!" Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya, "Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha, 'Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!' 'Aku tidak menemukan harta karun,' sangkal Tamlikha. 'Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!' Penjual roti itu marah. Lalu berkata, 'Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?' Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berpikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha, 'Bagaimana cerita tentang orang ini?' 'Dia menemukan harta karun,' jawab orang-orang yang membawanya. Kepada Tamlikha, Raja berkata, 'Engkau tak perlu takut! Nabi Isa AS memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.' Tamlikha menjawab, 'Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!' Raja bertanya sambil keheran-heranan, 'Engkau penduduk kota ini?' 'Ya. Benar,' sahut Tamlikha. 'Adakah orang yang kau kenal?' tanya raja lagi. 'Ya, ada,' jawab Tamlikha. 'Coba sebutkan siapa namanya,' perintah raja. Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata. 'Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?' 'Ya, tuanku,' jawab Tamlikha. 'Utuslah seorang menyertai aku!' Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan, 'Inilah rumahku!' Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang, 'Kalian ada perlu apa?' Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut, 'Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!' Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya, 'Siapa namamu?' 'Aku Tamlikha anak Filistin!' Orang tua itu lalu berkata, 'Coba ulangi lagi!' Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap. 'Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang diantara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka." Kemudian diteruskannya dengan suara haru, 'Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa AS, dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!' Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian dilaporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya, 'Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?' Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua. Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya. "Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka, 'Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!' Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata, 'Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!' Tamlikha menukas, 'Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?' 'Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,' jawab mereka. 'Tidak!' sangkal Tamlikha. 'Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!' Teman-teman Tamlikha menyahut, 'Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?' 'Lantas apa yang kalian inginkan?' Tamlikha balik bertanya. 'Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,' jawab mereka. Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa, 'Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!' Allah SWT mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah SWT melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah SWT. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka. Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata, 'Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.' Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula, 'Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.' Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam." Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?" Pendeta Yahudi itu menjawab, "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan umat ini!" Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha 'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul SAW. MajlisDzikrullahPekojan

Rabu, 06 November 2013

CERITA YAKJUZ MAKJUZ


MajlisDzikrullahPekojan Saat menjelang wafat, Nabi Nuh a.s memanggil anak-anaknya untuk menghadap beliau. Maka Sam a.s segera datang menemuinya, namun kedua saudaranya tidak muncul yaitu Ham dan Yafits. Akibat dari ketidakpatuhan Ham dan Yafits, Allah kemudian menurunkan ganjaran kepada mereka. Yafits yang tidak datang karena lebih memilih berdua dengan istrinya (berhubungan suami istri) kemudian melahirkan anak bernama Sannaf. Kelak kemudian Sannaf menurunkan anak yang ganjil. Ketika dilahirkan, keluar sekaligus anak-anak dalam wujud kurang sempurna. Selain itu ukuran besar dan bobot masing-masing juga berbeda, ada yang fisiknya besar sedangkan lainnya kecil. Untuk selanjutnya yang besar kemudian terus tumbuh hingga melebihi ukuran normal (raksasa), sebaliknya yang bertubuh kecil terus kecil seperti liliput. Mereka kemudian dikenal sebagai Ya’juj dan Ma’juj. Selain wujudnya yang ganjil, Ya’juj dan Ma’juj mempunyai nafsu makan yang melebihi normal. Padahal bilamana mereka makan tumbuhan tertentu maka tumbuhan itu akan berhenti tumbuh sampai kemudian mati. Demikian pula bila minum air dari suatu tempat maka airnya tidak akan bertambah lagi. Sehingga banyak sumber-sumber air dan sungai menjadi kering karenanya. Masyarakat di sekitar mereka pun harus menanggung dampaknya yaitu krisis pangan dan air. Karena interaksi sosial yang tidak kondusif akibat masalah yang dibawa oleh Ya’juj dan Ma’juj ini maka mereka kemudian cenderung mengisolasi diri di suatu celah gunung di tengah-tengah komunitas induk bangsa-bangsa keturunan Yafits lainnya, yang antara lain meliputi bangsa: Armenia, Rusia/Slavia, Romawi dan Turk di wilayah-wilayah luas seputar Laut Hitam. Namun bilamana mereka membutuhkan makan dan minum, akan keluar secara serentak bersama-sama ke daerah-daerah sekitarnya yang masih belum tersentuh oleh mereka sebelumnya. Karena kondisi fisiknya, mereka mampu menempuh perjalanan jauh dalam waktu relatif lebih pendek dibandingkan oleh manusia normal. Bagi golongan raksasa karena mereka mampu melangkah dengan jangkauan lebar sedangkan golongan liliput adalah karena sedemikian ringan bobotnya terhadap gravitasi bumi sehingga bila berjalan sangat cepat seperti meluncur bersama angin. Pada puncak keresahan masyarakat pada masa itu, Allah SWT kemudian mengutus salah satu hambaNya yang berkulit kehitaman (tetapi bukan termasuk ras negro) dengan dua benjolan kecil (tidak bertulang tanduk) di kedua sisi keningnya yang sebenarnya lebih sering tak tampak karena tertutupi oleh surbannya yaitu Nabi Dzul Qarnain a.s untuk menghadang laju Ya’juj dan Ma’juj yang telah menimbulkan kerusakan alam yang akan terus bertambah luas. "Berilah Aku potongan-potongan besi," hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua puncak gunung itu, berkatalah dzulqarnain,"Tiuplah (api itu)," Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata,"Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu." -Al Kahfi: 96- Sesuai petunjuk Allah, Nabi Dzul Qarnain a.s kemudian mengajak masyarakat di sekitar lokasi tempat tinggal Ya’juj dan Ma’juj untuk bersama-sama membuat dinding tembaga dan besi yang akan menutup satu-satunya lubang keluar masuk mereka. Setelah selesai, masyarakat yang sebelumnya tinggal di dekat dinding diajak untuk meninggalkan lokasi yang sudah kering tanpa air dan tumbuhan tersebut menuju ke tempat lain yang lebih layak untuk di huni. "Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya." -Al Kahfi: 97- Ya’juj dan Ma’juj yang telah terkurung terus berupaya membuka dinding logam tersebut dengan segala cara, bahkan dengan menjilatinya karena mereka tahu bahwa benda apapun yang mereka sentuh dengan mulutnya akan berhenti tumbuh/bertambah, kering atau tergerus. Cara ini mampu membuat bagian-bagian dinding yang mereka sentuh menjadi tipis. Namun setiap kali akan berlubang, Allah mengembalikan lagi kondisinya seperti semula. Untuk bertahan hidup selama terkurung di balik dinding, Allah menumbuhkan sejenis lumut, sebagai satu-satunya tumbuhan yang dapat terus tumbuh dan justru makin bertambah banyak setiap kali dimakan oleh masyarakat Ya’juj dan Ma’juj. "Dzulqarnain berkata,"Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku. Dia akan menjadikannya hancur luluh, dan janji Tuhanku itu adalah benar." -Al Kahfi: 98- Allah SWT juga mewahyukan kepada Nabi Dzul Qarnain a.s bahwa dinding itu akan terjaga dan baru akan terbuka bila saatnya tiba yaitu kelak menjelang datangnya Hari Kiamat. Kemudian Allah menjadikan gaib (tidak terlihat) lokasi dinding tersebut. "Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi." -Al Anbiyaa: 96- Mereka berusaha untuk keluar dengan berbagai cara, hingga sampai saat matahari akan terbenam mereka telah dapat membuat sebuah lobang kecil untuk keluar. Lalu pemimpinnya berkata,'Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita pasti bisa keluar dari sini." Namun keesokkan harinya lubang kecil itu sudah tertutup kembali seperti sedia kala atas kehendak Allah. Mereka pun bingung tetapi mereka bekerja kembali untuk membuat lubang untuk keluar. Demikian kejadian tersebuat terjadi berulang-ulang. Hingga kelak menjelang Kiamat, di akhir sore setelah membuat lubang kecil pemimpin mereka berkata,“InsyaAllah, Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita pasti bisa keluar dari sini.” Maka keesokan paginya lubang kecil itu masih tetap ada, kemudian terbukalah dinding tersebut sekaligus kegaibannya dari penglihatan masyarakat luar sebelumnya. Dan Kaum Ya’juj dan Ma’juj yang selama ribuan tahun terkurung telah berkembang pesat jumlahnya akan turun bagaikan air bah memuaskan nafsu makan dan minumnya di segala tempat yang dapat mereka jangkau di bumi. Pada saat Ya'juj dan Ma'juj menyerang pada saat mendekati kiamat nanti dan saat itu masyarakat muslim termasuk Nabi Isa a.s yang telah terpojok di sebuah gunung (tur). Nabi Isa dan Umat muslim lalu bersama-sama berdoa kepada Allah agar terhindar dari masalah akibat perbuatan Ya’juj dan Ma’juj. Kemudian Allah SWT memerintahkan ulat-ulat yang tiba-tiba menembus keluar dari tengkuk Ya’juj dan Ma’juj yang langsung mengakibatkan kematian mereka secara serentak. WaAllahu 'Alam. Dari berbagai sumber.

Kamis, 03 Februari 2011

HAKEKAT RUH JASAD DAN SUKMA (QOLBU)


Al-qolbu (hati) dalam pengertian ini menyangkut pula akal fikiran . Kesempurnaan manusia disbanding dengan makhluk Allah yang lain karena manusia memiliki Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari tiga (3) unsur utama yaitu Ruh, Jasad dan sukma dalam istilah arab sering disebut dengan istilah ketiga unsur tersebut, Allah berfirman dalam surat AT Tiin ayat 4
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
RUH
Saat Rosululloh SAW ditanya tentang masalah ruh, beliau hanya diwahyukan katakanlah ruh itu merupakan urusan Tuhan dan kamu sekalian tidak diberikan pengetahuan tentang ruh kecuali hanya sedikit. Dari hal yang sedikit itulah dapat kita ambil pelajaran tentang ruh. Ruh merupakan zat/ energi yang menyebabkan manusia bisa hidup, manusia tidak pernah tahu wujud dan keberadaan ruh, tapi manusia bisa rasakan ruh yang menyebabkan kehidupan, kita dapat mengambil suatu ibarat seperti bola lampu, secara bentuk ia merupakan suatu jasad sedang ruh dari bola lampu adalan listrik yang menyebabkan bola lampu bisa menyala. Tampa ada enegi listrik yang mengaliri maka bola lampu tak ubahnya hanya benda yang tidak berguna dan tidak bisa kita ambil manfaat. Demikian pula manusia jika ruh telah meninggalkan badan, manusia manusia tak ubahnya hanya seonggok daging dan tulang.

JASAD (TUBUH)
Jasad adalah raga manusia yang bisa dirasakan oleh panca indra, bisa dilihat dan diraba. Jasad manusia diciptakan Allah SWT dengan bentuk yang amat sempurna, dengan panca indra yang dimilkinya. Mata diciptakan sebagai indra penglihata, hidung sebagai indra penciuman, telinga sebagai indra pendengaran, lidah indra perasa Jasad diciptakan Allah SWT sebagai wadah bagi keberadaan ruh dan sukma, ruh dan sukma bisa kita rasakan keberadaannya jika sudah menetap dalam jasad manusia, demikian pula makhluk Tuhan yang lainnya seperti binatang dan tumbuhan, mereka juga seperti manusia memiliki ruh yang tidak bisa dilihat oleh panca indra kita.

SUKMA(QOLBU)
Bahwa sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal darah jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, tapi bila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh, dalam hal ini yang dimaksud sukma(qolbu) bukanlan dalam bentuk fisik berupa gumpalan darah yang ada dalam tubuh. Namun lebih dari itu adalah isi dari qolbu tersebut berupa hasrat, harapan, keinginan yang menimbulkan prilaku sehingga menyebabkan tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Jika prilaku yang ditimbulkan dialandasi oleh akal maka manusia akan berada di jalur kebenaran. Sebaliknya jika qolbu dikendalikan oleh nafsu maka jasad manusia akan dituntun menuju jalan kemusyrikan dan kejelekan.

Hakekat manusia tidur adalah karena sukma meninggalkan raga, sedangkan yang teringgal adalah jasad dan ruh. Saat manusia tidur manusia tidak mungkin bisa melakukan perbuatan-perbuatan apapun, saat tidur sering kali manusia mengalami yang namanya mimpi, alam mimpi merupakan alam yang bisa ditembus oleh sukma(qolbu), dimana manusia mengalami mimpi berada disuatu tempat, hakekatnya yang berada di tempat tersebut adalah sukmanya
Hakekat manusia manusia mati adalah ruh telah meninggalkan jasad dan sukma, saat manusia mati manusia masih bisa melihat orang disekelilingnya ketika saat dimandikan dan dikafani hinngga jasadnya dikuburkan, hal itu karena sukma(qolbu) selalu menyertai jasad manusia hingga akhir zaman. Pada saatnya hari perhitungan amal dari qolbu inilah yang nantinya dimintai pertanggung jawaban mengenai amal perbuatan ketika masih di dunia. Lebih jelas dapat kita ambil suatu analogi keberadaan sukma(qolbu) dalam kehidupan kita sehari-hari misalnya mesin computer.  Layar, mesin, keyboard, mouse merupakan bentuk jasad (fisik). Energi listrik merupakan ruh yang menyebabkan computer bisa menyala dan dijalankan. Sedangkan processor dan Hard disk (memory) merupan sukma atau qolbu yang menyimpan dan mencatat semua aktifitas yang dilakukan oleh computer. Tidak semua orang bisa membuka memori computer tersebut kecuali yang tahu passwordnya. Demikianlah Allah SWT melihat amal perbuatan hambanya dengan memutar kembali rekaman qolbu pada setiap manusia.

Wallahu a’lam bis showab

Selasa, 04 Januari 2011

WASIAT UNTUK WANITA

Allah Ta'ala berfirman:


"Dan pergaulilah kaum wanita itu dengan baik-baik." (an-Nisa': 19)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan engkau semua tidak akan dapat berbuat seadil-adilnya terhadap kaum wanita itu,
sekalipun engkau semua sangat menginginkan berbuat sedemikian itu. Oleh sebab itu,janganlah
engkau semua miring kepada yang satu dengan cara yang keterlaluan sehingga engkau semua biarkan
ia sebagai tergantung. jikalau engkau berbuat kebaikan dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (an-Nisa': 129)
Allah berfirmanlagi dalam al-
Quran, yakni:
"Maka bolehlah kamu mangawini wanita-wanita itu dua orang, tiga dan empat. Tetapi jika kamu khuatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang wanita saja - yang dibolehkan." (an-Nisa': 3)

Keterangan:
Keadilan yang dimaksudkan ialah mengenai hal-hal yang zahir, seperti bergilir untuk
bermalam. Tetapi yang mengenai isi hati tentu tidak diwajibkan adanya keadilan itu seperti
rasa cinta kepada yang seorang melebihi kepada yang lain. Ini sama halnya dengan wanita
yang bersaudara banyak, misalnya: Mungkin kepada si Nuruddin ia lebih cinta dan lebih
senang, sedang kepada si Hasbullah tidak demikian atau kurang kecintaannya dan kepada si
Jalal malahan membenci padahal semuanya sesaudara. Jadi mengenai rasa cinta tidak
diwajibkan adanya keadilan.
Demikian pula dalam hal persetubuhan, tidak pula diwajibkan adanya keadilan itu
bagi suami terhadap para isterinya, sebab persoalan ini adalah sebagai hasil yang
ditumbuhkan oleh rasa cinta tersebut.
Itulah yang dimaksudkan dalam Islam mengenai makna keadilan. Oleh sebab itu pula
Allah berfirman sebagaimana di atas, yang tujuannya ialah bahwa kamu semua, hai manusia,
itu tidak mungkin dapat berbuat keadilan yang seadil-adilnya terhadap para isteri itu,
sekalipun kamu ingin berbuat demikian. Bahkan Rasulullah s.a.w. sendiri pernah bersabda:
"Ya Allah, inilah daya-upayaku yang dapat kumiliki (yakni dalam berlaku adil
terhadap para isteri), saya tidak kuat memiliki sebagaimana yang Engkau miliki dan hal itu
memang tidak saya miliki (atau saya tidak dapat melaksanakannya)."
Namun demikian, sekalipun kita tidak dapat berlaku seadil-adilnya terhadap para
isteri, kitapun diperingatkan oleh Allah Ta'ala dengan firmanNya:
"Jangan kamu miring atau terlampau condong kepada yang seorang dengan cara yang
kesangatan, sehingga engkau biarkan ia sebagai wanita yang tergantung." (an-Nisa': 129)
Maksudnya sekalipun rasa cinta dan persetubuhan itu tidak merupakan kewajiban
untuk dibagi secara adil, tetapi juga jangan terlampau sangat melebihkan kepada yang
seorang sampai-sampai yang lainnya tidak dikasihi samasekali, meskipun dalam bergiliran
tidur tetap dilaksanakan. Sebabnya ialah kalau ini dikerjakan, maka sama halnya dengan
membiarkan isteri itu seperti barang yang tergantung, artinya kalau dikatakan tidak
bersuami atau janda, kenyataannya ada suaminya, tetapi kalau dikatakan ada suaminya,
kenyataannya suaminya tidak ada rasa cintanya sedikitpun pada wanita itu dan tidak pernah
diberi bagian untuk bersenang-senang dalam seketiduran. Demikianlah peringatan Allah
kepada kita kaum Muslimin

 Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Berwasiatlah engkau semua kepada kaum wanita dengan yang baik-baik, sebab
sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang rusuk dan sesungguhnya selengkunglengkungnya
tulang rusuk ialah bagian yang teratas sekali. Maka jikalau engkau mencoba
meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya dan jikalau engkau biarkan saja, maka
ia akan tetap lengkung selama-lamanya. Oleh sebab itu, maka berwasiatlah yang baik-baik
kepada kaum wanita itu." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat kedua kitab Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan demikian:
Nabi s.a.w. bersabda:
"Wanita itu adalah sebagai tulang rusuk, jikalau engkau luruskan, maka engkau akan
mematahkannya, dan jikalau engkau bersenang-senang dengannya, engkaupun dapat pula
bersenang-senang dengannya tetapi di dalam wanita itu tentu ada kelengkungannya."
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
Nabi s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang rusuk yang tidak akan melurus pada
suatu jalan selama-lamanya untukmu. Maka jikalau engkau bersenang-senang dengannya,
dapat pula engkau bersenang-senang dengannya, tetapi di dalam wanita itu ada
kelengkungannya dan jikalau engkau luruskan ia, maka engkau akan mematahkannya dan
patahnya itu ialah menceraikannya."
 Dari Abdullah bin Zam'ah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. berkhutbah
dan menyebutkan perihal unta - mu'jizat Nabi Shalih a.s. - serta orang yang menyembelihnya,
kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda, membacakan firman Allah - yang artinya:
"Ketika bangkit dengan cepat - untuk melakukan kejahatan membunuh unta itu - orang yang tercelaka di kalangan mereka - kaum Tsamud." (as-Syams: 12).
Untuk menyembelih itu bangkitlah dengan cepatnya seorang lelaki yang perkasa,
jahat perangainya serta perusak, pula memiliki kekuasaan di kalangan kelompoknya.
Selanjutnya beliau s.a.w. menyebutkan perihal kaum wanita, lalu memberikan nasihat
dalam persoalan wanita itu, kemudian bersabda:
"Ada seseorang dari engkau semua bersengaja benar - hendak menyakiti isterinya -
lalu menjalad - memukul - isterinya itu sebagai menjalad seseorang hambasahaya, tetapi
barangkali pada akhir harinya ia menyetubuhinya."
Seterusnya beliau s.a.w. menasihati orang-orang itu dalam hal ketawa mereka dari
kentut, lalu bersabda:
"Mengapa seseorang dari engkau semua itu ketawa dari apa yang dilakukan itu?" maksudnya: "Bukankah ketawa dari sebab kentut itu menyalahi keperwiraan diri." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Janganlah seseorang mu'min lelaki itu membenci seseorang mu'min perempuan,
sebab jikalau ia tidak senang dari wanita itu tentang suatu budipekertinya, tentunya ia akan
merasa senang dari budipekertinya yang lain, atau dari budipekerti yang selain dibencinya
itu." (Riwayat Muslim)
Sabda Nabi s.a.w. Yafraku, dengan fathahnya ya', saknahnya fa' dan fathahnya ra',
artinya: "membenci". Dalam bahasa Arab dikatakan:
"Wanita itu membenci dan suaminya juga membenci isterinya. Ra'nya dikasrahkan
(dalam fi'il madhi atau past tense), sedang "Yafraku", ra'nya difathahkan (dalam fi'il mudhari'
atau present tense). Maknanya: Sudah membenci dan sedang membenci.
Wallahu A'lam.
 Dari 'Amr al-Ahwash al-Jusyami r.a. bahwasanya ia men-dengar Nabi s.a.w.
dalam haji wada' bersabda, setelah bertahmid serta memuji kepada Allah, memberikan
peringatan dan nasihat, demikian sabda beliau, selanjutnya:
"Ingatlah. Dan berwasiatlah engkau semua kepada kaum wanita dengan yang baikbaik,
sebab hanyasanya mereka itu adalah sebagai tawanan di sisimu semua. Engkau semua
tidak memiliki sesuatu apapun dari mereka itu selain yangtersebut tadi, 27 melainkan jikalau
mereka mendatangi perbuatan buruk yang nyata - sepertt tidak mentaati suaminya atau
buruk cara bergaulnya. Jikalau kaum wanita itu berbuat demikian, maka tinggalkanlah
mereka dalam seketiduran dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti.
Tetapi jikalau mereka telah kembali taat padamu semua, maka janganlah mencari-cari jalan
untuk menyakiti mereka itu.
Ingatlah, bahwasanya bagimu atas isteri-isterimu semua itu ada haknya, sebaliknya
bagi isteri-isterimu atasmu semua itupun ada haknya. Hakmu yang wajib mereka penuhi
ialah jangan sampai mereka memberikan tempat hamparanmu kepada orang yang engkau
tidak senangi -maksudnya: jangan sampai wanita-wanita itu duduk menyendiri dengan
kaum lelaki lain, jangan pula memberi izin masuk ke rumahmu kepada orang yang tidak
engkau semua senangi. Ingatlah, tentang hak mereka yang wajib engkau semua penuhi ialah
supaya engkau semua berbuat baik kepada mereka dalam hal pakaian serta makanan
mereka."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan
shahih.

27 Maksudnya selain untuk diajak bersenang-senang sebagai suami-isteri, juga suami wajib menjaga isterinya
dengan baik, memberikan kecukupan apa yang dibutuhkan menurut kadar kekuatan dan kemampuannya,
sedangkan isterinya wajib memelihara dirinya dari kecurigaan suami, pula wajib menjaga hartabenda suaminya
itu dengan sebaik-baiknya.


Sabda Rasulullah s.a.w.:
‘Awanin artinya tawanan, jama'nya lafaz 'aniah dengan 'ain
muhmalah, maksudnya wanita yang tertawan. Al'ani artinya lelaki yang tertawan. Rasulullah
s.a.w. menyamakan wanita yang sudah menjadi isteri itu seperti tawanan suaminya, karena
wanita itu sudah masuk samasekali di bawah kekuasaan suaminya itu.
Adhdharbul mubarrih, yaitu yang amat sangat menyakitkan.
Sabda beliau s.a.w.:
 Fala tabghu 'alaihinna sabila artinya: jangan engkau semua mencari-cari jalan untuk membuat-buat alasan hendak menyusahkan kaum isteri itu atau menyakiti mereka. Wallahu 'alarm.
 Dari Mu'awiyah bin Haidah r.a., katanya: "Saya bertanya: "Ya Rasulullah, apakah
haknya isteri seseorang suami dari kita itu atas suaminya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu
hendaklah engkau memberi isteri makan, jikalau engkau makan, engkau memberi pakaian ia
jikalau engkau berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan mengolok-oloknya, juga
jangan meninggalkan ia - ketika tidak taat pada suaminya, kecuali dalam rumah saja - yakni
dalam seketiduran." 28
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan ia berkata: "Arti
laatuqabbih: jangan mengolok-oloknya yaitu jangan mengucapkan: Semoga Allah
memburukkan engkau."

 Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesempurna-sempurnanya kaum mu'minin perihal keimanannya ialah yang terbaik
budipekertinya di antara mereka itu 29 dan yang terbaik di antara kaum mu'minin itu ialah
yang terbaik sifatnya terhadap kaum wanitanya."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan
shahih.
 Dari lyas bin Abdullah bin Abu Dzubab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Janganlah engkau semua memukul hamba-hamba Allah yang perempuan -
maksudnya suami jangan memukul isterinya." Umar r.a. lalu datang kepada Rasulullah s.a.w.
lalu bersabda: "Para isteri itu berani menentang pada suami-suaminya." Oleh sebab itu beliau
s.a.w. memberikan kelonggaran untuk memukul mereka - yang tidak keras sampai
menyakitkan. Selanjutnya beberapa kaum wanita sama berkeliling mendatangi keluarga
Rasulullah untuk mengadukan para suaminya - karena ada beberapa isteri yang dipukul
suaminya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Benar-benar telah berkeliling beberapa
kaum wanita mendatangi keluarga Muhammad untuk mengadukan perihal suami-isterinya.
Maka bukannya suami-suami yang sedemikian itu yang termasuk orang-orang pilihan di
antara engkau semua - kaum mu'minin."
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

28 Menurut Hadis di atas, maka yang boleh ditinggalkan hanyalah dalam seketidurannya, artinya suami boleh
meninggalkan isterinya dari tempat tidurnya. Jadi boleh tidur di tempat lain dalam rumahnya itu. Adapun
mengenai berbicara dengan isteri, maka wajib sepeni biasa, maksudnya jangan sampai tidak disapa atau tidak
diajak bercakap-cakap.
29 Hakikatnya budipekerti yang baik itu suka berbuat kebajikan pada orang lain, enggan melakukan sesuatu
yang sifatnya merugikan masyarakat dan ummat, berwajah manis serta bersikap ramah-tamah kepada siapapun
juga.

 Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah
s.a.w. bersabda:
"Dunia ini adalah hartabendadan sebaik-baik harta benda dunia itu ialah wanita yang
shalihah." (Riwayat Muslim)


( Diterjemahkan dr kitab Riyadus Sholihin )